Oleh: Agus Hermawan
Ramadhan seperti bulan perubahan. Masjid – masjid menjadi ramai. Tadarus alquran menggema dimana – mana. Infak, shodaqoh dikeluarkan. Tidak ada yang salah, bagus malah. Memang seperti itulah seharusnya kita mengisi bulan ramadhan. Mengingat berlimpahnya pahala dibulan ini. Bagaimana tidak pahala sunnah seperti wajib, pahala wajib digandakan.
Ya, ini awal ramadhan. Suasana yang begitu menentramkan jiwa. Tapi, bagaimanakah 10 hari, 20 hari atau hari – hari menjelang idul fitri. Fenomena yang biasa terjadi seperti sebaliknya. Masjid dan musholla perlahan mulai lengang. Jama’ah mulai menyusut, berguguran satu persatu, dengan berbagai alasan. Tadarus mulai banyak gangguan. Repot dengan pesanan dan dagangan yang makin laris. Sibuk dengan membuat kue ini dan kue itu. Pantau pakaian – pakaian yang lagi ngetrend dan modis. Dan luar biasanya pasar – pasar yang kini menjadi ramai dan sesak.
Padahal 10 hari terakhir itulah dibebaskan kita dari api neraka. 10 hari terakhir itulah seharusnya kita lebih giat dan khusyu menanti lailatul qodar bulan yang lebih baik dari pada seribu bulan. Inilah hari – hari dimana semangat ramadhan mulai pudar, dan berganti menjadi semangat lebaran.
Hanya mengingatkan pada diri sendiri, dan sahabat. Teruslah istiqomah, menjaga semangat ramadhan. Sampai kapan? Tak hanya sampai lebaran atau syawal, tapi terus mengisi hari -hari kita, waktu demi waktu yang Allah titipkan hingga ajal kita menghampiri. Dan Allahpun telah ridho pada kita, membebaskan kita dari panasnya api neraka. Aamiin